Ternyata Harus Kembali Lagi ke Pelukan Puncak Gunung Manglayang Bandung

Tidak lama berselang setelah pendakian kami ke gunung Manglayang di penghujung tahun 2014 lalu, saya bersama beberapa rekan kembali melakukan perjalanan menapaki gunung nan indah ini.

Pada perjalanan yang pertama, ada beberapa rekan dari Bekasi yang belum sempat kesana, sehingga ingin sekali melakukan pendakian ke gunung Manglayang.

Salah satu motivasinya adalah karena melihat beberapa foto citylight yang saya upload ke media sosial.

Alhamdulillah, sungguh bersyukur saya di beri kesempatan melihat panorama alam yang begitu indah dari puncak bayangan gunung Manglayang.

Rencana awal kami akan melakukan pendakian mendekati musim kemarau, sekitar bulan Maret / April, dengan pertimbangan trek jalur Manglayang yang dilalui merupakan jalur air.

Kondisi kering saja trek nya licin, apalagi jika diguyur hujan, pasti dahsyat, hahaha. Tapi apa daya, rencana tinggal lah rencana, justru malah saya sendiri yang tak sabar ingin segera kembali kesana.

Akhirnya di pertengahan bulan Januari 2015, saya mengajak beberapa teman untuk kembali mendaki gunung Manglayang di Bandung. Disepakati pendakian akan dilakukan tanggal 30, 31 Januari, 1 Februari 2015.

Tibalah di hari keberangkatan, terkumpul 11 orang teman yakni saya sendiri, Firda, Suryana, Anjar, Deden, Syifa, Huges, Bobby, Mitha, Isa, dan Andri.

Kami berangkat dari terminal Bekasi hari jumat malam sekitar pkl 20.00 menggunakan bus jurusan Garut.

Kelompok pertama berjumlah 9 orang selain Syifa dan Mitha, karena tidak terkejar waktunya sepulang kerja. Syifa dan Mitha menyusul 2 jam kemudian dari terminal Bekasi.

Tiba di perempatan Cileunyi sekitar pkl 00.00, langsung saja kami menuju masjid langganan tempat menginap. Niat awal ingin langsung beristirahat untuk persiapan esok hari, ternyata tidak berhasil.

Mata masih segar, akhirnya mengobrol tak jelas sembari menunggu Mitha dan Syifa datang, dan juga Fahmi, teman kami yang berangkat dari Jakarta.

Bahkan sempat pula melakukan inspeksi mendadak carrier – carrier yang tampak besar namun enteng, yang pada akhirnya tertangkaplah satu tersangka, yaitu Anjar, hahaha.

Dengan carrier 80 liter ternyata bawaannya tak lebih dari seperempatnya, sisanya diganjal matras melingkar dan packing asal agar terlihat tinggi.

Bongkar muat pun terjadi, barang – barang saya tak lupa dioper sebagian ke carrier tinggi yang kosong itu.

Dini hari kami mulai terlelap, dan tak lama terbangun oleh adzan subuh.

Selesai shalat saya dan Bobby bergegas mencari angkot untuk disewa, tujuannya agar kami bisa berangkat lebih awal, dan memiliki banyak waktu luang di tempat camp nanti.

Kami mulai berangkat sekitar pkl 05.00 hanya dengan 1 angkot beranggotakan 12 personel lengkap dengan carrier. Ternyata angkot ini lebih tangguh lho dibanding angkot saya yang kemarin yang hanya berisi 7 orang.

Perjalanan mulus sampai diatas tanpa ada adegan olahraga pagi ( dorong angkot di tanjakan, iya tanjakan ).

Sampai diatas sekitar pkl 06.00, kami langsung berbenah dan sarapan di warung. Jalur pendakian masih sama dengan yang lalu, naik via Batu Kuda, dan turun nanti via Baru Bereum.

Start pendakian dimulai pkl 07.00, disambut oleh tanjakan pertama yang aduhai. Perjalanan lumayan lancar, langit cerah, udara pun cukup sejuk. Sungguh nikmat sekali rasanya.

Jalur Manglayang
Kondisi jalur

Saya dianggap paling tau jalur gunung ini di antara mereka semua, karena belum lama melakukan perjalanan ke tempat ini.

Sepanjang perjalanan saya dihujani pertanyaan yang sangat sulit untuk di jawab, “Lip, masih jauh ke puncak?” atau “Lip tanjakannya ada yang lebih parah dari ini ngga?” atau malah “Abis ini ada tanjakan lagi ngga?”.

Saya bingung, mau jawab jujur, nanti takutnya malah ngga semangat, akhirnya saya jawab sekenanya, agar semua tetap bersemangat.

Tapi ternyata saya malah jadi tertuduh jadi pelaku php jalur. Disitu kadang saya merasa sedih dan tersudutkan, hehe.

Pemberhentian selanjutnya sama dengan di catatan perjalanan awal. Karena memang menurut saya hanya disitu area yang cukup lapang dan datar.

Kami sempatkan menyeduh coklat panas ditemani beberapa camilan. Cuaca masih cerah, dan banyak angin berhembus, membuat suasana semakin sejuk.

Baca : Keuntungan menggunakan jasa travel agent.

Melepas lelah di jalur
Beristirahat sejenak

Perjalanan dilanjutkan kembali. Tak banyak pendaki yang ditemui sepanjang perjalanan, berbeda dengan perjalanan awal lalu, cukup ramai pendaki yang naik – turun.

Tak banyak pula kami berfoto – foto, hanya sesekali bercanda sambil bernyanyi – nyani menghilangkan rasa lelah di pundak. Namun ternyata ada yang tidak merasa capek sama sekali lho, malahan semangat banget.

Jalur gunung Manglayang
Jalur bebatuan

Cuaca cerah membuat perjalanan lebih cepat dan lancar, kami tiba di puncak gunung Manglayang sekitar pkl 11.30.

Bekal logistik pun dibuka sebagian, kami bersantai disana melepas lelah setelah melalui tanjakan – tanjakan php, kata mereka. Tak lupa berfoto ria.

Sementara yang lain beristirahat, saya dan Bobby inisiatif berjalan duluan, untuk mencari tempat mendirikan tenda.

Perlu diketahui, area puncak tempat kita beristirahat saat ini merupakan titik tertinggi gunung Manglayang, namun sekelilingnya berupa hutan rapat, sehingga tidak ada view terbuka untuk menikmati pemandangan.

Spot terbaik untuk mendirikan tenda adalah di puncak bayangan, karena letaknya yang terbuka dan berhadapan langsung dengan kota Bandung.

Cuaca masih cerah, tak butuh waktu lama bagi saya dan Bobby mencapai area puncak bayangan. Namun ternyata di sana sudah penuh dengan tenda.

Rupanya mayoritas pendaki lebih banyak melakukan pendakian dari jalur Baru Bereum, sehingga akan bertemu puncak bayangan lebih dahulu, baru kemudian lanjut berjalan ke atas jika ingin menuju ke puncak utama.

Mengapa saya lebih memilih jalur naik via Batu Kuda, karena treknya yang lebih santai dan tidak separah jalur Baru Bereum, sehingga bisa lebih menikmati pendakian.

Biarlah jalur Baru Bereum menjadi trek pulang kami, selain tidak harus melewati tanjakan – tanjakan terjal tersebut dengan posisi mendaki / naik, waktu tempuh pun relatif lebih singkat.

Kira – kira bener ngga sih pemikiran saya ?

Selain itu, spot camp yang dulu pernah saya gunakan mendirikan tenda, ternyata sudah tidak diperbolehkan karena beberapa bagiannya longsor.

Memang saat itu curah hujan lumayan tinggi, hampir tiap hari hujan turun. Sehingga tenda pun menumpuk di bagian bawah di tepi jalur pendakian.

Kondisi terbaru puncak bayangan Manglayang
Sudah tidak boleh camp

Akhirnya kami memutuskan mendirikan tenda di tepi jalur juga, kebetulan pas untuk 3 tenda yang kami bawa. Sedikit berdempetan sih, dengan tanah yang juga tidak rata.

Selesai mendirikan tenda masih pkl 13.00, cuaca masih cerah sesuai dengan harapan saya. Sehingga saat teman – teman yang lain datang masih mempunyai banyak waktu luang untuk berbenah, masak – masak, dan menikmati panorama alam sekitar.

Tidak seperti pendakian pertama saya, tiba pkl 14.00 disertai hujan deras sambil mendirikan tenda, akhirnya harus berdiam di tenda sampai keesokan paginya karena hujan tak kunjung berhenti.

Kebetulan logistik yang dibawa cukup banyak, beserta 2 koki internasional andalan kami, Firda dan Hughes.

Jadilah siang itu kenyang sekali. Kami makan siang dengan menu tempe goreng tepung, sosis, dan baso goreng. Cukup menebus tenaga yang hilang selama pendakian.

Disambut dengan menu makan malam sop baso, wiiiihhhh.

Kabut sore turun makin tebal, awan mulai berkumpul, pertanda hujan akan turun. Di malam hari setelah makan tak ada aktifitas yang kami lakukan.

Bobby dan Suryana membentangkan flysheet diatas tenda, antisipasi hujan deras. Anjar di tenda tengah dengan “kesibukannya”, Fahmi di tenda ujung tidur pulas, dan di tenda saya ada yang buka praktek pijat dadakan.

Tak lupa salah satu bekal penting saya bawa, kamera, hehe.

Inginnya sih hunting citylight malam itu, tapi ternyata semesta tak mendukung, cuaca mulai mendung. Alhasil hanya bisa mengintip cahaya nya di balik pepohonan.

Pemandangan dari puncak bayangan
Sesaat sebelum hujan

Tak lama setelahnya hujan pun turun dengan derasnya. Untung kami semua sudah beres makan, jadi hanya tinggal menunggu mata terpejam saja.

Wanita berkumpul di tenda tengah, sedangkan para pria terbagi di tenda kiri dan kanan. Saya sendiri satu tenda bersama Andri, Deden, dan Bobby.

Jam menunjukkan pkl 05.00 saat saya terbangun.

Hujan sepertinya belum lama berhenti, karena keadaan sekitar masih sangat basah. Cuaca juga dingin menusuk, kabut tebal masih menyelimuti.

Ah, pasti ngga akan dapat view apa – apa di atas, pikir saya.

Itulah alam, tak pernah dapat kita terka maunya. Oleh karenanya sangat penting sekali bagi kita untuk selalu melakukan persiapan maksimal ketika akan mendaki gunung.

Pemandangan pagi dari puncak bayangan
Pagi tanpa sunrise

Sarapan pagi itu adalah sop baso sosis ditemani tempe goreng racikan chef Hughes, rasanya mantap. Serasa ada di rumah sendiri hahaha.

Sekitar pkl 09.00 kami sudah selesai berbenah. Di awali dengan do’a, kami pun melakukan perjalanan turun via jalur Baru Bereum.

Jalur cukup padat, banyak pendaki yang baru naik pagi itu, begitu pula pendaki yang turun bersamaan dengan kami.

Dan benar saja, tak lama kami berjalan, gerimis mulai turun, dan makin lama makin deras. Kondisi tanah pun semakin licin.

Untungnya Bobby membawa tali webbing, dan itu sangat membantu sekali sepanjang perjalanan. Karena kontur trek ternyata banyak berubah dibanding saat ke sana pertama kali.

Semakin banyak trek yang terjal, ditambah lagi kondisi hujan yang makin lama makin deras. Trek yang kami lewati pun berubah menjadi aliran air.

Perjalanan melambat, karena banyaknya trek yang sulit untuk dilewati, sehingga kami harus bergantian demi keamanan. Sesekali kami harus berhenti untuk memberi jalan para pendaki yang akan naik.

Baca : Liburan keluarga ke Taman Kelinci.

Kondisi jalur Baru Bereum
Jalur licin pasca hujan

Kami pun terpisah menjadi beberapa kelompok. Fahmi dan Syifa di urutan paling depan, menyusul Bobby, Deden, dan Isa di belakangnya.

Sisanya termasuk saya berjalan belakangan.

Alibinya sih jadi sweeper, jaga – jaga jika ada anggota tim yang tertinggal, padahal sebenarnya saya yang ngga mampu turun dengan cepat, haha.

Perjalanan berakhir setelah 5 jam berjuang, benar – benar perjuangan, hahaha. Dahsayat memang trek gunung Manglayang, siapapun yang pernah menjajalnya pasti kangen untuk kembali lagi.

Kami berkumpul di kali kecil untuk membersihkan diri dari sisa – sisa tanah merah yang menempel. Hujan masih saja mengguyur dengan derasnya, dan kami entah mengapa tak ada yang memakai jas hujan, hahaha.

Pakaian penuh dengan lumpur
Efek jalur licin dan berlumpur

Selesai bersih diri sekitar pkl 14.00, supir angkot sudah menunggu di bawah. Hujan sudah mulai berhenti, beberapa dari kami memutuskan mandi, yang lain lebih memilih langsung makan di warung, termasuk saya.

Mitha menawarkan untuk mampir ke rumahnya di Bandung sebelum bertolak pulang ke Bekasi, kita semua pun mengiyakan.

Singkat cerita, kami menuju ke terminal Leuwi Panjang sekitar pkl 21.00 menggunakan bus ekonomi tujuan Bekasi. Sampai di Bekasi sekitar pkl 00.00, dan kami pun berpencar pulang ke rumah masing – masing.

Banyak pelajaran dan pengalaman berharga yang kami dapat di sana.

Kami belajar bagaimana agar selalu peduli dengan sesama, dengan trek turun yang begitu sulit. Banyak pendaki yang membutuhkan pegangan tangan sesama teman saat turun.

Kami semua saling membantu, saling menunggu anggota tim yang tertinggal di belakang. Sungguh perjalanan yang tidak terlupakan.

Dari beberapa pendakian yang pernah saya lakukan, pendakian ke Manglayang kali ini cukup menguras tenaga karena treknya yang licin. Alam selalu mampu memberikan kejutan yang tidak pernah kita duga – duga.

Bahkan perjalanan ke tempat yang sama pun tetap menyuguhkan pengalaman dan cerita yang berbeda bagi saya pribadi.

Ayo Berikan Ulasan Anda

Berikan informasi dan penilaian terbaik Anda untuk membantu wisatawan lain yang berkunjung.